DELI SERDANG \||/ SUMATERA UTARA – Dunia jurnalisme kembali dibungkam dengan cara-cara keji, Ramainya pemberitaan peristiwa tindakan penangkapan yang dilakukan oleh Polsek Beringin, Polres Deli Serdang Polda Sumut terhadap 3 oknum wartawan berinisial D, R, dan A, Hingga kini, kasus ini terus menjadi sorotan berbagai pihak, baik dari kalangan media, aktivis hukum, maupun masyarakat sipil.
Dikabarkan Ketiganya diamankan usai memberitakan dugaan Pungutan Liar (Pungli) uang perpisahan dan pentas seni sebesar Rp160.000 terhadap para siswa SDN 101928 Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang.
Menurut pengakuan D, pertemuannya dengan Kepala Sekolah (Kepsek) SDN 101928 Rantau Panjang Muhammad (Mhd) Saleh berlangsung di sebuah warung lontong di Kecamatan Beringin, Kamis (29/05/25) sekira pukul 11.30 WIB, tak lama setelah berita dugaan pungli tersebut tayang di media.
Dalam pertemuan itu, dikabarkan Kepsek meminta agar pemberitaan dihapus (Take Down).
Permintaan itu disanggupi D, dengan syarat dibuatnya kwitansi sebagai bukti kesepakatan disertai pembayaran sebesar Rp900.000.
Kwitansi pun ditandatangani kedua belah pihak, namun, D mengaku curiga, karena Kepsek menyerahkan uang secara tergesa-gesa, dan mengaku tidak mengetahui asal uang tersebut. tercium aroma jebakan licik— sebuah skenario busuk untuk membungkam suara kebenaran yang telah membuka aib dugaan pungutan liar (pungli) terhadap orang tua murid.
Tak lama setelah itu, ketiga oknum wartawan tersebut langsung diamankan oleh anggota Polsek Beringin yang ternyata sudah menunggu di lokasi. Menurut keterangan sumber dilapangan, penangkapan dilakukan tanpa menunjukkan surat tugas.
Saat media melakukan konfirmasi kronologi dari Kapolsek Beringin Iptu Hafiz Ansari, melalui Kanit Reskrim Polsek Beringin Polresta Deli Serdang, Iptu M. Manurung mengatakan, bahwa penangkapan dilakukan atas dasar adanya laporan dari Kepala Sekolah S, yang mengaku sebagai korban pemerasan.
“Kami kenakan Pasal 368 dan 369 KUHP, karena ada laporan dari korban sebelum penangkapan terjadi, dan mereka merasa tertekan,” ujarnya.
Namun langkah Kepolisian Sektor Beringin ini mendapat sorotan dari sejumlah pihak yang menilai kalau penangkapan tersebut tidak Proporsional, mengingat adanya kwitansi yang merupakan bukti kesepakatan antara kedua belah pihak.
Hal ini pun memunculkan sinyalemen kalau peristiwa tersebut berindikasi adanya upaya suap oleh Kepsek kepada oknum wartawan agar mencabut (Take Down) tayangan berita miring yang menyoal dugaan praktek Pungli terhadap murid SDN 101928 Kecamatan Beringin.
“Kalau ada kesepakatan dan kwitansi, bukankah itu justru indikasi praktek suap, bukan pemerasan?,” ujar jurnalis kepada Kanit Reskrim saat konfirmasi.
Namun dijawab singkat oleh Kanit Reskrim, “Ya, karena ada korban, dan mereka merasa tertekan.”
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal DPP Forum Wartawan Berintelektual Indonesia (Sekjen DPP-FWBI), Wesli P Nadapdap, SSi, turut angkat bicara, ia meminta Kapolresta Deli Serdang, Kombes Pol Hendria Lesmana, SIK, M.Si untuk mengevaluasi tindakan anggota Polsek Beringin yang dinilai tidak profesional dan dapat mencederai kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
“Kasus ini bukan hanya soal dugaan pungli di sekolah, tapi juga menyangkut integritas dan perlindungan terhadap insan Pers. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk bagi kebebasan Pers di Indonesia,” tegasnya.
Larangan praktik pungli di sekolah sudah berkali-kali disampaikan oleh Bupati Deli Serdang dr. Asri Ludin Tambunan. Namun Muhammad Saleh diduga tetap melakukannya, bahkan melibatkan dua guru kelas 6 lainnya. Publik menuntut agar kepala sekolah segera dicopot dan seluruh dana pungli dikembalikan kepada orang tua siswa. Namun alih-alih memeriksa sang kepala sekolah, aparat justru menangkap para pembongkar fakta.
“Kalau wartawan bersalah, silakan proses hukum. Tapi jangan tutup mata pada kejahatan sesungguhnya. Kepala sekolah ini memeras orang tua murid! Tangkap dan periksa juga Muhammad Saleh!,” tegasnya.
Lebih lanjut, Wesli, Sekretaris Jenderal FWBI dan Kritikus Media Siber, mengecam keras penangkapan tersebut. Ia menyebut ini sebagai bentuk nyata kriminalisasi terhadap profesi wartawan.
“Saya mengecam keras penangkapan tersebut. ini bentuk nyata kriminalisasi terhadap profesi wartawan. ketika wartawan bersuara memberitakan kebenaran, malah dijebak. Ini bahaya besar bagi demokrasi!” ujar Wesli.
Penangkapan tersebut akhirnya memicu kontroversi di kalangan media, pemerhati hukum dan masyarakat sipil lainnya. Dunia pers diguncang. Demokrasi diteror. Jika wartawan bisa dijebak karena memberitakan kebenaran, maka siapa lagi yang bisa ‘bicara bebas’ di negeri ini ?. [Red/Tim]