MEDAN \||/ SUMATRA UTARA — Pengurus Rumah Ibadah bagi Khonghucu di ‘Klenteng’ O Bin Ciong Kun dan yayasannya, serta beberapa warga Gang Petisah, kelurahan Lalang, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan, mengaku heran karena dituduh menguasai tanpa hak atau penyerobotan tanah yang diatasnya berdiri sebuah Rumah Ibadah Klenteng tersebut.
Kasus ‘perseteruan’ di Rumah Ibadah tersebut bahkan sudah berlangsung lama sejak beberapa bulan silam, diketahui sejak Januari 2025. Awalnya beberapa warga sebagai Pengurus Rumah Ibadah Klenteng O Bin Ciong Kun dan yayasannya, datang meminta masukan dan saran dari Aw, masih warga lama di gang Petisah, atas rencana pemugaran dan perbaikan bangunan Klenteng O Bin Ciong Kun. Saat itu beberapa warga juga berdiskusi ke kantor lurah Lalang.
Namun, prosesnya kata beberapa warga, mandek, hingga pada beberapa bulan lalu dengan alasan yang disampaikan oleh istri Aw bahwa suaminya itu sedang berada diluar kota, warga kembali ke kantor Lurah, yang mendapatkan saran dengan menerapkan ‘kalimat/kata-kata’ berbeda, yakni : ‘Tanah ini dikuasai oleh Klenteng O Bin Ciong Kun (Fasilitas Umum – Rumah Ibadah) dan diusahai oleh yayasan’
Kata salah seorang Pengurus Klenteng O Bin Ciong Kun dan yayasan yang tidak ingin disebutkan namanya saat diwawancarai kepada para wartawan, bahwa tanah yang saat ini dituduh diserobot tersebut merupakan tanah yang berada pada ‘Jalur Hijau’ sebagai jalan/Gang, demikian intinya penjelasan dan pemaparaan serta penegasan resmi dari pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan menyampaikan paparannya kepada seluruh warga, saat terjadi ‘mediasi’ di kantor lurah beberapa waktu yang lalu.
Lanjutnya lagi, dalam kapasitas sebagai mewakili dari pengurus dan yayasan Klenteng mengatakan, “Dimana buktinya kami dituduhkan melakukan penyerobotan tanah tanpa hak? Kami ada mendapatkan cuplikan video dan keterangan Saksi-Saksi yang menunjukkan bahwa sampai ada beberapa Barang Properti klenteng ‘Dirusak dan dilakukan penyegelan’ paksa dilakukan sepihak lain tanpa ada putusan pengadilan, maka dari itu, Kita sedang diskusi bagaimana akan segera menempuh Jalur Hukum,” tegasnya.
Salah seorang warga yang enggan menyebut namanya, selaku penyewa lahan kosong yang dijadikan sebagai tempat usaha ‘lahan parkir’ kendaraan, yang posisinya langsung bersebelahan-dinding dengan klenteng, mengatakan kepada para awak media, bahwa “Lahan parkir tersebut saya sewa dengan bukti kepemilikan tanahnya merupakan Surat Hak Milik (SHM), dan pada lembaran peta/gambar ukuran tanah, tampak jelas dimana ‘letak/posisi klenteng’ berada di ‘Jalur hijau’, yakni ditengah Jalan/Gang Petisah sampai diujung jalannya, dulunya ‘persawahan’, namun pada saat ini telah berdiri kompleks ruko yang menutup Jalur jalan Gang Petisah, dan kemudian juga, satu unit bangunan rumah yang bersebelahan-dinding pula dengan klenteng, sudah kita beli, yang tadinya akan kita gabungkan dengan bangunan klenteng untuk memperbesar Klenteng, yang bukti kepemilikan tanahnya juga merupakan Surat Hak Milik (SHM),” ujarnya didampingi Pengurus, sambil menunjukkan dokumen fotocopy SHM.
“Sejak kasus tuduhan penyerobotan tersebut bergulir, belum pernah diperlihatkan ‘surat’ apa yang menjadi alas hak pemilikan tanah tempat berdirinya klenteng tersebut dari Aw, Jadi saya heran dituduh menyerobot. Sekarang begini, tunjukkan dan buktikan dulu itu alas hak Aw atas klenteng yang saat ini kami jalankan, kalau dia betul (Aw) punya alas hak kepemilikan yang sah, kami siap bertanggung jawab, keluar dari lokasi klenteng tersebut atau apapun,” kata para pengurus, saat memberikan keterangan kepada wartawan di Medan, Rabu (11/06/2025).
“Hal bagian posisi klenteng berada di ‘Jalur hijau’ sebagai Jalan/Gang Petisah itu sudah kami sampaikan ke pihak lurah dan yang berwenang pada waktu sesudah digelar mediasi, tapi sampai hari ini alas hak Wn tidak jelas ada diperlihatkan kepada kami, jadi, kita menduga ada oknum-oknum yang ingin mengkriminalisasi kami, karena kita heran kenapa bisa dituduh penyerobotan tanah, sementara kami tidak tau atas dasar apa Aw menuduh para pengurus/yayasan menyerobot,” tambahnya.
Jika alasan objek perkara merasa milik Aw terkait tuduhannya, sebaliknya menurut para pengurus, bahwa terkesan yang diperkarakan Aw itu bukanlah objek rumah Ibadah Klenteng yang saat ini yang para pengurus/yayasan kelola, akan tetapi objek lain atas nama orang lain, dimana inti dari isi dari beberapa lembar kertas surat keterangan tanah (SKT) seluas ±2856-an meter persegi yang dikatakan Aw tersebut yakni menunjukkan objek lahan orang lain, karena klenteng yang mereka kelola tersebut diketahui berada di ‘Jalur hijau’ sebagai Jalan/Gang Petisah sampai diujung diduga tidak pernah bersertifikat apa-apa.
“Jadi, bukan lokasi Klenteng yang saat ini dipersoalkan Aw. Begitulah kira-kira keterangan dan penjelasan serta penegasan dari pihak BPN Medan kepada warga masyarakat yang hadir saat Mediasi di kantor Lurah, bahwa objek Klenteng, kemungkinan tidak bersertifikat, karena berada di ‘Jalur hijau’ yakni di Jalan/Gang Petisah,” ungkapnya.
Karena itu, para pengurus berharap kepada pihak Aw untuk tidak sewenang-wenang menuduh orang pengurus Klenteng/yayasan sebagai pelaku penyerobotan, apalagi berdirinya Klenteng tersebut berlangsung lama, hingga ±30 tahun lamanya. Akibat perlakuan kasar yang dilakukan Aw dan gerombolannya terutama saat menghadirkan beberapa ‘ormas-ormas’ seakan menunjukkan kekuatan premanisme di lokasi rumah ibadah Klenteng tersebut, pihak pengurus mengaku dirugikan karena telah menganggu ‘mental’ orang-orang pengurus Klenteng tersebut, karena mereka merasa dikriminalisasi dan diintimidasi.
“Kami orang buta hukum, tapi kami punya perasaan, bertahun- tahun berdirinya Klenteng tersebut berlangsung lama, hingga ±30 tahun lamanya, bahkan sempat seperti tidak terbengkalai, tapi karena perseteruan ini, penjaga Klenteng yang tidak tau apa-apa sampai merasa terpukul, apalagi diketahui ada beberapa Barang-barang Properti Klenteng dirusak, maka Kita minta tolong Kepada Bapak Walikota Medan, pak Rico Waas yang dikenal sangat ‘peduli’ seluruh umat beragama, Tolong Bantu perhatikan kondisi gangguan di rumah ibadah Klenteng Kami dan kami sedang ‘rembug’ untuk menempuh Jalur Hukum karena kasus ini sudah mempengaruhi mental pengurus,” pungkas para pengurus sedih.
(Red/Tim)